Banjarmasin, BARITO
Sederet konflik agraria yang kini ramai mencuat bahkan berujung pada rusuh
massal hingga jatuhnya korban jiwa, karena dipicu sengketa lahan warga dengan
perusahaan pertambangan maupun perkebunan, ditengarai karena ketidaksiapan
pemerintah daerah mengantisipasi timbulnya kerawanan sosial tersebut.
Hal ini pun sudah diprediksi Komisi I DPRD Kalimantan Selatan, karena pemerintah daerah akan sangat kerepotan menangani konflik pertanahan tersebut.
Komisi I Membidangi Pemerintahan dan Hukum, menilai beberapa pemda belum memiliki kesiapan dalam menghadapi maupun mencegah konflik tersebut.
Hal ini pun sudah diprediksi Komisi I DPRD Kalimantan Selatan, karena pemerintah daerah akan sangat kerepotan menangani konflik pertanahan tersebut.
Komisi I Membidangi Pemerintahan dan Hukum, menilai beberapa pemda belum memiliki kesiapan dalam menghadapi maupun mencegah konflik tersebut.
“Kita juga tahu saat ini
pemda masih berkutat dengan persoalan data dan legalitas hukum,” ujar Ketua
Komisi I DPRD Kalsel, Safaruddin, SH, MH kepada wartawan, Rabu (8/2) kemarin.
Dari hasil pertemuan empat
gubernur se Kalimantan, lanjut Safaruddin, kasus pertanahan ini memang terjadi
di wilayah masing-masing, seperti halnya di Kalsel, sebagai bukti, konflik agraria
itu terjadi dengan adanya laporan maupun data dari masyarakat yang masuk ke
Komisi I.
“Kita terus pantau
berdasarkan surat yang masuk, baik langsung maupun tembusan kepada Komisi I,”
kata politisi Demokrat ini.
Berdasarkan data tuntutan
masyarakat yang masuk ke Komisi I, pihaknya sudah agendakan pembahasan, ada
langkah yang kita tangani melalui koordinasi dengan mengundang pihak-pihak
terkait, sebab, posisi kita melakukan mediasi.
“Data yang masuk di Komisi
I cukup banyak berkaitan dengan keabsahan dan legalitas hukum pemilikan tanah,
ini pun sudah kita salurkan ke instansi terkait,” jelasnya.
Yang jadi permasalahan,
imbuhnya, kadangkala keterkaitan instansi ini dengan instansi lainnya, dalam
hal pemilikan maupun izin tersebut, sehingga ini kadang-kadang membuat
penanganan instansi tersebut menjadi lambat dan malah macet.
“Prioritas kita seperti di
Kabupaten Balangan dan Tabalong, kasus pertanahan ini terkait dengan perusahaan
tambang,” ungkapnya.
Untuk kasus pertanahan
ini, imbuhnya, kalau kasusnya itu sudah masuk ranah hukum, maka kita tidak bisa
masuk lagi, tapi kalau kasus tersebut masih tahap musyawarah mufakat, maka kami
bisa masuk.
“Kita memang ada turun ke
lapangan, seperti di Balangan dan bertemu perusahaan tambang, yakni Adaro,
informasi dari perusahaan, bahwa keluhan masyarakat itu sudah dibawa ke proses
hukum, tapi ini pun kita akan konfirmasi kembali dengan masyarakat sejauhmana
kebenaran informasi tersebut,” tandasnya.
Meski menilai pemerintah
daerah kesulitan mengatasi konflik agrarian, namun pihaknya di Komisi I
menyambut positif rencana Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan membentuk Tim
Khusus Penanggulangan Konflik Agraria.
“Bagus saja upaya Sekdaprov
dan BPN membentuk tim penanggulangan konflik ini, paling tidak melalui tim ini
akan ada koordinasi antar instansi pemerintah. Sepertinya juga konflik agraria
ini perlu dicegah secara lintas sektor instansi pemerintah. Dan beberapa
kabupaten ada yang sudah menerapkan cara-cara koordinasi lintas sektoral ini,
contohnya antar Bappeda dan BPN ini dilakukan agar RTRW tetap terkendali sesuai
dokumen yang sudah ada,” demikian Safaruddin.sop
Tidak ada komentar:
Posting Komentar