Kamis, 09 Februari 2012

Pemerintah Daerah Tidak Siap Atasi Konflik Agraria

Banjarmasin, BARITO 
Sederet konflik agraria yang kini ramai mencuat bahkan berujung pada rusuh massal hingga jatuhnya korban jiwa, karena dipicu sengketa lahan warga dengan perusahaan pertambangan maupun perkebunan, ditengarai karena ketidaksiapan pemerintah daerah mengantisipasi timbulnya kerawanan sosial tersebut.
Hal ini pun sudah diprediksi Komisi I DPRD Kalimantan Selatan, karena pemerintah daerah akan sangat kerepotan menangani konflik pertanahan tersebut.
Komisi I Membidangi Pemerintahan dan Hukum, menilai beberapa pemda belum memiliki kesiapan dalam menghadapi maupun mencegah konflik tersebut.
“Kita juga tahu saat ini pemda masih berkutat dengan persoalan data dan legalitas hukum,” ujar Ketua Komisi I DPRD Kalsel, Safaruddin, SH, MH kepada wartawan, Rabu (8/2) kemarin.
Dari hasil pertemuan empat gubernur se Kalimantan, lanjut Safaruddin, kasus pertanahan ini memang terjadi di wilayah masing-masing, seperti halnya di Kalsel, sebagai bukti, konflik agraria itu terjadi dengan adanya laporan maupun data dari masyarakat yang masuk ke Komisi I.
“Kita terus pantau berdasarkan surat yang masuk, baik langsung maupun tembusan kepada Komisi I,” kata politisi Demokrat ini.
Berdasarkan data tuntutan masyarakat yang masuk ke Komisi I, pihaknya sudah agendakan pembahasan, ada langkah yang kita tangani melalui koordinasi dengan mengundang pihak-pihak terkait, sebab, posisi kita melakukan mediasi.
“Data yang masuk di Komisi I cukup banyak berkaitan dengan keabsahan dan legalitas hukum pemilikan tanah, ini pun sudah kita salurkan ke instansi terkait,” jelasnya.
Yang jadi permasalahan, imbuhnya, kadangkala keterkaitan instansi ini dengan instansi lainnya, dalam hal pemilikan maupun izin tersebut, sehingga ini kadang-kadang membuat penanganan instansi tersebut menjadi lambat dan malah macet.
“Prioritas kita seperti di Kabupaten Balangan dan Tabalong, kasus pertanahan ini terkait dengan perusahaan tambang,” ungkapnya.
Untuk kasus pertanahan ini, imbuhnya, kalau kasusnya itu sudah masuk ranah hukum, maka kita tidak bisa masuk lagi, tapi kalau kasus tersebut masih tahap musyawarah mufakat, maka kami bisa masuk.
“Kita memang ada turun ke lapangan, seperti di Balangan dan bertemu perusahaan tambang, yakni Adaro, informasi dari perusahaan, bahwa keluhan masyarakat itu sudah dibawa ke proses hukum, tapi ini pun kita akan konfirmasi kembali dengan masyarakat sejauhmana kebenaran informasi tersebut,” tandasnya.
Meski menilai pemerintah daerah kesulitan mengatasi konflik agrarian, namun pihaknya di Komisi I menyambut positif rencana Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan membentuk Tim Khusus Penanggulangan Konflik Agraria.
“Bagus saja upaya Sekdaprov dan BPN membentuk tim penanggulangan konflik ini, paling tidak melalui tim ini akan ada koordinasi antar instansi pemerintah. Sepertinya juga konflik agraria ini perlu dicegah secara lintas sektor instansi pemerintah. Dan beberapa kabupaten ada yang sudah menerapkan cara-cara koordinasi lintas sektoral ini, contohnya antar Bappeda dan BPN ini dilakukan agar RTRW tetap terkendali sesuai dokumen yang sudah ada,” demikian Safaruddin.sop

Tidak ada komentar: