Jumat, 13 Januari 2012

Mardani Siap Tegakkan Perda 3/2008



*Janji Bantu Kendaraan Operasional untuk Pengawasan


Bupati Tanah Bumbu (Tanbu) Mardani H Maming akhirnya menyatakan siap menegakkan Peraturan Daerah (Perda) Kalimantan Selatan Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengaturan Penggunaan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Angkutan Hasil Tambang dan Hasil Perkebunan. Dia mengakui kedudukan perda tersebut di mata hukum lebih tinggi dari pada hasil kesepakatan bupati, muspida dan para pejabat Tanbu, tertanggal 4 Januari 2012, yang mengizinkan angkutan  batu bara melintasi jalan negara di wilayahnya.


Sikap itu dinyatakan Mardani saat pertemuan dengan Komisi III DPRD Kalsel, Kamis (12/1), dalam rangka mengklarifikasi hasil kesepakatan di Aula Kecamatan Satui yang menimbulkan polemik itu.
Mardani yang mengenakan kemeja batik merah tiba di DPRD Kalsel sekitar pukul 10.35 Wita, menggunakan mobil Lexus bernomor polisi B 882 SJZ. Begitu tiba di gedung wakil rakyat itu, Bupati Tanbu yang didampingi Kepala Bappeda Said Ahmad, Kabag Hukum Muchlis dan Kabag Humas Suwignyo langsung menuju ruang Ketua DPRD Kalsel, Nasib Alamsyah, di lantai dua.
Usai  istirahat sejenak di ruang ketua dewan, Mardani bersama rombongan diarahkan menuju ruangan Komisi III di lantai empat. Pertemuan pun dimulai, dipandu Nasib Alamsyah dan Wakil Ketua DPRD Kalsel  Riswandi.
Sebelum pertemuan dimulai suasana sempat memanas, lantaran salah seorang anggota Pansus Revisi Perda Nomor 3 Tahun 2008, Nasrullah AR, lantang menyuarakan haknya sebagai anggota dewan ikut dalam pertemuan tersebut. Bahkan, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menyentil banyaknya anggota Komisi III tidak berhadir, sementara Bupati Tanbu dengan kesadaran dan keikhlasannya menyempatkan waktu bertemu Komisi III.
Pertemuan tersebut akhirnya terlaksana setelah suasana mendingin. Dialog pun dimulai setelah Ketua Komisi III DPRD Kalsel Puar Junaidi mempersilakan Mardani  langsung membeberkan alasan terbitnya kesepakatan tersebut.
Begitu diberi kesempatan, Mardani dengan tenang membeberkan argumentasi atas terbitnya kesepakatan tersebut, antara lain karena dipicu maraknya pelanggaran terhadap Perda Nomor 3 Tahun 2008.
Pernyataan tersebut ia sampaikan tertulis, dengan salinan dibagikan kepada anggota Komisi III.
Dalam pernyataannya itu, Mardani merespon gencarnya pemberitaan seolah-olah memosisikan dirinya selaku Bupati Tanbu sebagai pembuat kebijakan yang dianggap menyimpangi ketentuan Perda Kalsel Nomor 3 Tahun 2008.
Padahal, ia menilai, akibat pengawasan yang lemah, pelanggaran terhadap Perda Nomor 3/2008 terus terjadi. ‘’Ini menyusahkan masyarakat dan membuat resah,’’ ujarnya.
Sementara, selaku bupati, Mardani merasa tidak punya kewenangan mengatur, apalagi menindak pelanggaran perda yang melarang angkutan hasil tambang dan perkebunan melintas di jalan negara dan jalan umum tersebut.
"Saya tidak diberi kewenangan untuk menindak. Sementara pelanggaran terus terjadi karena pengawasan lemah," katanya dengan nada serius.
Maka, bersama unsur muspida dan masyarakat, bupati Tanbu kemudian membuat kesepakatan Harapan bupati Tanbu, kesepakatan ini bisa menjadi dasar pihaknya melakukan penertiban atas pelanggaran tersebut.
Pernyataan Mardani itu langsung mendapat tanggapan beragam. Ketua Komisi III Puar Junaidi tetap menilai kesepakatan bupati dan para pejabat Tanbu itu itu melanggar perda. "Sebagai kepala daerah, harusnya turut mengawal perda. Bukannya malah melegalkan angkutan tambang lewat jalan provinsi. Ini jelas melanggar perda," cetusnya.
Pernyataan serupa dilontarkan anggota Komisi III, Gusti Rudiansyah. Politisi Golkar ini dengan nada tinggi menyayangkan pernyataan bupati yang menganggap dirinya tidak memiliki kewenangan menegakkan Perda 3/2008.
"Perda ini kan milik provinsi. Tanah Bumbu itu kan bagian wilayah Kalsel. Justru kewenangan mengawasi pelaksanaan perda itu di tangan kabupaten," ujarnya.
Anggota Komisi III lainnya, Ibnu Sina, ikut bicara. Ketua DPW PKS Kalsel itu menilai kesepakatan yang dibuat bupati dan para pejabat Tanbu itu, dengan alasan apa pun, tetap salah. Sebab, kesepakatan tersebut mengatur jalan nasional dan provinsi yang justru jadi kewenangan gubernur, bukan bupati.
‘’Adanya kesepakatan itu implikasinya sangat berat. Karena, berjamaah terjadi pelanggaran terhadap perda, meskipun dalihnya untuk melindungi masyarakat Tanbu dari ancaman keberadaan truk batu bara. Saya tidak habis pikir ada inisiatif membuat kesepakatan. Bikin kesepakatan sama-sama melanggar karena banyak terjadi pelanggaran," tandasnya.
Kabid DLLAJ Dinas Perhubungan Kalsel, Ramonsyah, yang ikut hadir menegaskan, bupati memang tidak memiliki kewenangan untuk menindak. Namun, bupati punya kewenangan menjalin koordinasi dengan jajaran TNI dan Kepolisian, dalam hal menindak bila terjadi pelanggaran.
Ramonsyah menambahkan, kewenangan melakukan tindakan, seperti menjatuhkan tilang, ada pada anggota polisi. Karena itu, sejak Perda 3/2008 disahkan, Pemprov Kalsel terus menggelontorkan dana pengawasan dengan jumlah miliaran rupiah untuk insentif petugas lapangan yang menegakan perda tersebut. Tim penegakan perda melibatkan unsur kepolisian dan TNI, termasuk Dinas Perhubungan kabupaten.
"Kalau menilang truk, ya bupati tidak berwenang. Tapi, bupati yang mengoordinir aparat gabungan tersebut menegakan perda. Kalau ada pelanggaran silakan laporkan, biar ditindak," papar Ramonsyah.
Menjawab berbagai tanggapan itu, Mardani sempat bersekukuh bahwa kesepakatan ala Tanbu itu untuk melindungi masyarakatnya. Meskipun ia mengetahui kesepakatan tersebut  bertentangan, bahkan melanggar Perda Nomor 3 Tahun 2008. "Kami tidak akan membuat kesepakatan itu kalau tidak ada pelanggaran. Karena, kami pernah turun ke jalan malah dicueki para sopir," terangnya.
Namun demikian, di penghujung waktu, sekitar pukul 12.30 Wita, Mardani tegas menyatakan kesepakatan itu bukan produk hukum, dan perda kedudukannya lebih tinggi. Jadi otomatis kesepakatan itu gugur dengan sendirinya.
Hal itu termuat pula dalam pernyataan resminya, Menurutnya, hikmah dari pemberitaan soal kesepakatan itu, adalah sekarang truk-truk angkutan batu bara di daerah Satui sudah tidak menggunakan jalan jalan umum lagi. ‘’Itu artinya kesepakatan dimaksud telah tidak berlaku di lapangan, yang juga berarti Perda Nomor 3 Tahun 2008 telah berjalan sebagaimana mestinya. Itulah sesungguhnya yang menjadi tujuan saya selaku bupati agar semua pihak menaati perda tersebut,’’ ujarnya.
"Ini kesepakatan otomatis akan gugur dan saya cabut. Semua aturan akan kembali ke perda yang ada. Kami siap mendukung penegakan dan pengawasan," janji Mardani yang disambut tepuk tangan.
Untuk memaksimalkan pengawasan dan penindakan di lapangan, bupati Tanbu juga berjanji memfasilitasi pengadaan mobil operasional, karena kendala di lapangan adalah minimnya sarana tersebut.sop

Tidak ada komentar: