Klarifikasi
yang disampaikan Mardani adalah menyangkut masalah yang tengah memanas saat ini
yakni kesepakatannya dengan pungusaha setempat, membolehkan penggunaan jalan
provinsi untuk angkutan batu bara dan kelapa sawit yang hal itu jelas-jelas melanggar
Perda Nomor 3 tahun 2008.
Di
hadapan Kapolda Kalsel dan Dir Krimsus Kombes Pol Irianto, Mardani mengklarifikasi
bahwa keputusan atau kebijakan itu menjadi tanggung jawabnya sendiri. Mardani
beralasan, Perda No 03 tahun 2008 itu tidak dijalankan dengan baik, sementara
ijin-ijin Kuasa Pertambangan (KP) terus dikeluarkan tanpa didukung sarana
jalan.
“Mardani
tidak membantah bahwa dirinya bersama pihak-pihak yang menandatangani kebijakan
itu, melanggar Perda No 03 tahun 2008, yang menurutnya secara otomatis kebijakan
itu gugur dan dicabut demi kepentingan masyarakat,” urai Pjs Kabid Humas Polda
Kalsel AKBP Aby Nursetyanto yang turut menyaksikan pertemuan klarifikasi.
Sebelum
pertemuan itu, Kapolda yang berbincang-bincang dengan wartawan, menjelaskan
bahwa dirinya sudah memerintahkan jajarannya baik dari Mapolda Kalsel maupun
Polres Tanbu, untuk menghentikan semua kegiatan di jalan provinsi berdasarkan
kebijakan yang tertuang dalam berita acara tertanggal 4 Januari 2012 antara
Bupati Tanbu, unsur muspida, dan beberapa kepala desa tersebut.
“Kegiatan
angkutan batubara yang melintasi jalan provinsi di kawasan Tanah Bumbu berdasarkan
kebijakan tersebut sudah saya stop semua, dan seluruh anggota disiagakan untuk
memantau di sana. Ini sudah kewajiban
kami sebagai salah satu institusi penjaga Perda No 03 tahun 2008 tersebut, dan
Polri tidak boleh terlambat, harus cepat ditangani,” tegas Kapolda.
Tanpa
perlu dijabarkan, lanjutnya, sudah menjadi kewajiban Polri untuk turut
menegakkan aturan khususnya yang tertuang dalam Perda No 03 tahun 2008.
“Konsekuensi dari pelanggaran perda ini pastilah identik dengan pelanggaran
aturan, dan siapa saja yang ikut ‘terlibat’, tidak perlu ‘alergi’ apabila kami
panggil untuk diklarifikasi. Hal ini juga yang saya lakukan begitu kemarin
mengetahui terjadinya pelanggaran perda, saya langsung memerintahkan jajaran
untuk memanggil Bupati, seluruh unsur Muspida, hingga para kepala desa untuk
diklarifikasi, terutama Kapolres Tanah Bumbu sebagai ujung tombak kami di sana,
agar tidak terjadi kesimpang-siuran informasi,” ungkap Kapolda yang merasa
heran kenapa DPRD Tanbu yang semestinya mengawasi legislasi yang dibuat,
beberapa oknum anggotanya turut serta dalam kebijakan itu.
Mengenai
undangan kepada Bupati Tanbu Mardani H Maming, lanjut Kapolda, dirinya sangat
apresiasi sekali. “Tadi malam Bupati Tanbu saya telepon, dan dia menyanggupi
memenuhi undangan saya. Sore ini juga (kemarin,red), dia langsung ke
Banjarmasin setelah mengikuti rapat di Kementrian Dalam Negeri. Saya memanggil
Bupati hanya dalam kapasitas klarifikasi, bukan saksi. Kalau dipanggil secara
resmi sebagai saksi, tentunya harus meminta ijin dulu karena posisi Bupati
sebagai salah satu pejabat Negara. Dan dalam hal ini, Bupati belum tentu salah,
mungkin ada dasar kenapa sampai muncul kebijakan yang memperbolehkan jalan
provinsi khususnya pada lintasan tertentu, boleh dilewati angkutan batubara.
Meski demikian, kita tetap harus mengetahui motif Bupati yang melatari
munculnya kebijakan tersebut. Kalau alasannya untuk rakyat, tentunya kita akan
investigasi rakyat yang mana. Kalau untuk kepentingan pengusaha, sudah pasti
kita juga akan investigasi pengusaha yang mana dan apa motifnya,” jelas Kapolda
yang memberikan gambaran bahwa perda adalah ketentuan hukum yang sesuai
ideology Pancasila dan UUD 45 karena strata hukumnya sama.
Yang
sangat disayangkan Kapolda, anak buahnya yang dalam hal ini adalah Kapolres
Tanah Bumbu AKBP Winarto, turut serta menanda-tangani kebijakan tersebut.
“Tindakan Kapolres Tanbu ini tentunya
akan menimbulkan banyak pertanyaan oleh seluruh kalangan masyarakat, lho kok polisinya ikut dalam kebijakan itu?,
lalu mana polisinya yang seharusnya menjaga perda itu?, kenapa sampai ikut
neken, apakah untuk kepentingan rakyat atau kepentingan pengusaha?.
Makanya, saya perintahkan jajaran Bid Propam untuk segera mengklarifikasi
Kapolres Tanbu,khususnya atas tindakannya sendiri ikut menanda-tangani
kebijakan itu, termasuk sudah berapa lama membiarkan jalan provinsi itu
dilintasi angkutan batubara,” beber Kapolda.
Peringatan bagi
Bupati
Terpisah,
Gubernur Kalsel, Rudy Ariffin menganggap
kesepakatan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming pengusaha terkait kompensasi
truk angkutan batu bara dan kelapa sawit melintasi jalan umum, batal karena
hukum.
Meskipun
tidak dilakukan pencabutan resmi, perjanjian yang dilakukan tanggal 4 Januari
2012 itu dipastikan bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 tahun
2008 tentang pengaturan jalan umum dan khusus angkutan tambang dan
perkebunan besar di Kalimantan Selatan.
“Secara lisan (pembatalan kesepakatan,red) sudah disampaikan (Mardani,red),” ujar Rudy Ariffin usai coffee morning, Rabu (11/01) di Graha Abdi Persada Banjarmasin.
“Secara lisan (pembatalan kesepakatan,red) sudah disampaikan (Mardani,red),” ujar Rudy Ariffin usai coffee morning, Rabu (11/01) di Graha Abdi Persada Banjarmasin.
Rudy
Ariffin berharap, kejadian ini menjadi peringatan kepala daerah lain supaya
tidak melakukan kesalahan yang sama. Karena lanjutnya, pemberian kompensasi
jalan umum di Kalsel, untuk truk angkutan batu bara dan kelapa sawit ini, bukan
kewenangan pemerintah daerah.
“Diharapkan
tidak ada lagi pelanggaran Perda, apalagi secara formal,” ujarnya.
Tim
pengawasan dari Pemerintah Provinsi lanjut Rudy Ariffin, akan melakukan monitoring terhadap masalah
ini dan memastikan tidak ada pelangaran. ”Bila terjadi pelanggaran, akan kita
tindak,” ancamnya.
Rudy
Ariffin juga berkomitmen, 2012 ini merupakan tahun penegakan Perda Nomor 3 tahun 2008 yang saat ini masih
dilakukan revisi DPRD Kalsel. Niat yang sama diharapkan dari bupati/walikota se
Kalsel.
Harus Diperiksa
Kebijakan Mardani juga
mendapat tanggapan dari anggota Komisi III DPR RI Membidangi Hukum asal
Kalimantan Selatan, Habib Aboe Bakar Alhabsyi.
“Kan sudah jelas diatur
dalam Perda Nomor 3 Tahun 2008 yang tidak memperbolehkan angkutan batubara melintas
di jalan umum, lantas apa alasannya di Tanah Bumbu bisa diperbolehkan. Terus
terang saya heran, atas dasar apa Bupati memberikan izin kepada perusahaan
untuk menggunakan jalan propinsi, logikanya yang punya hak atas jalan
propinsi kan Gubernur?,” ungkap Aboe.
propinsi kan Gubernur?,” ungkap Aboe.
Menurut Aboe ketentuan
pasal 3 ayat 1 dan 2 bab III pengaturan penggunaan jalan sudah jelas, bahwa setiap
angkutan hasil tambang dan hasil perusahaan perkebunan dilarang melewati jalan
umum dan setiap hasil tambang dan hasil perusahaan harus diangkut melalui jalan
khusus
yang telah ditetapkan oleh gubernur.
yang telah ditetapkan oleh gubernur.
“Aturan sudah jelas begini
Bupati Tanbu kok bikin bescikhing, kalo sudah ada aturan seharusnya ditaati, jangan
lagi bikin kebijakan yang berseberangan, itu namanya melanggar prinsip-prinsip
menjalankan pemerintahan yang baik atau good governance,” papar Aboe lebih
lanjut.
“Saya kira Polda Kalsel
perlu memanggil dan memeriksa Bupati dan Kapolres Tanbu, rakyat harus mendapat penjelasan
atas persoalan ini,” ungkap Aboe melanjutkan.
Menurut Aboe Bakar
pemeriksaan itu penting untuk dilakukan, karena pasti persoalan ini menimbulkan
banyak spekulasi dikalangan masyarakat.
“Kita rakyat biasa saja
kalo mau pakai jalan tol harus bayar, lha ini kan perusahaan besar, pasti rakyat
berpikir ada setoran dibalik kebijakan ini, spekulasi tersebut sulit untuk
dihindari,” terang Aboe.
“Pemeriksaan ini penting,
ini kan jalan negara bila dimanfaatkan untuk kepentingan perusahaan kan tidak tepat.
Silahkan Polda dalami ada tidaknya unsur kerugian Negara atau unsure
korupsinya. Sedangkan pemeriksaan
Kapolres juga harus bisa mengungkap ada tidaknya
pelanggaran etik atau disiplin yang dilakukan,” tutup Aboe.
pelanggaran etik atau disiplin yang dilakukan,” tutup Aboe.
Senada, anggota Komisi I
DPRD Kalsel Membidangi Pemerintahan dan Hukum, Soegeng Soesanto merespon
positif langkah Polda Kalsel melakukan pemanggilan terhadap Bupati Tanbu,
Mardani H Maming dan Kapolres Tanbu AKBP Winarto terkait kesepakatan
memperbolehkan angkutan tambang batu bara melintasi jalan Negara.
“Pemanggilan ini saya
nilai tepat untuk klarifikasi, termasuk langkah-langkah apa yang nanti akan
dilakukan oleh pemerintah provinsi,” ujar Soegang Soesanto, Rabu (11/1) kemarin
kepada wartawan.
Politisi Partai Amanat
Nasional (PAN) ini menambahkan, klarifikasi di Polda Kalsel ini sangat penting,
agar Perda Nomor 3 Tahun 2008 itu benar-benar jadi payung hukum. Hal ini harus
diluruskan, saya yakin Pemkab Tanbu mematuhi Perda Kalsel ini dan wajib
diimplementasikan di lapangan.
“Saya meyakini Pemkab
Tanbu, dalam hal ini Bupati Mardani H Maming, sebenarnya memahami aturan
tersebut, tapi mungkin ada perbedaan sudut pandang, tapi dengan kesepakatan itu
tetap keliru,” ujarnya.
Karena ini terjadi
pelanggaran terhadap perda tersebut, menurutnya, Polda Kalsel harus pula
bersikap tegas turun ke lapangan memantau situasi dan kondisi di daerah itu,
dan hentikan sementara angkutan batu bara yang melintasi jalan Negara, sambil
mendudukan perkara ini hingga jelas karena ini jelas pelanggaran.sop/aha/slm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar